2013, 20 tahun sudah kasus Marsinah tidak terungkap Ayo menuntut, agar kasus Marsinah tidak dipeti es-kan. |
Jalan hidupnya menjadi lain, ketika ia terpaksa harus menerima kenyataan
bahwa ia tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi. Pergi meninggalkan desa, menuju kota untuk menjadi buruh adalah
sebuah langkah hidup yang sulit terelakan. Dia kemudian mendapatkan pekerjaan
di pabrik arloji Empat Putra Surya, Rungkut Industri, sebelum ia pindah
mengikuti perusahaan tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong, Sidoarjo.
Marsinah berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib
seseorang. Marsinah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris. Kebiasaannya adalah
mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Pada waktu luang,
ia membuat kliping koran meskipun penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya
hidup. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi
kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk
menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan
tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.
Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut—pemberani dan setia
kawan—inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan. Pada pertengahan
April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja
Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur
Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan
upah buruh sebesar 20% dari upah pokok.
Pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali
staf dan para Kepala Bagian. Sebagian buruh bergerombol dan mengajak
teman-teman mereka untuk tidak masuk kerja. Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para
buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh
dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk
diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik
menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para
satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk
para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa. Aparat
dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi
berlangsung. Dalam perundingan, Marsinah tampak bersemangat menyuarakan
tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi
tuntutan. Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan pengusaha dan
upah minimum sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuai dengan kepmen 50/1992 tentang
Upah Minimum Regional. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah
kesepakatan bersama.
Malam Untuk Marsinah diperingati oleh Komite Rakyat bersatu pada tanggal 8 Mei 2012 lalu |
Awal
Kebangkitan
Marsinah telah mati. Mayatnya ditemukan di gubuk petani dekat hutan
Wilangan, Nganjuk tanggal 8 Mei 1993. Ia yang tidak lagi bernyawa ditemukan
tergeletak dalam posisi melintang. Sekujur tubuhnya penuh luka memar bekas
pukulan benda keras. Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas, mengenaskan.
Anak-anak desa yang menemukan Marsinah, dan kita, menjadi saksi.
Sekarang atau esok, anak-anak itu dan kita akan terus bersaksi dan bercerita
tentang ketidakadilan, tentang gugurnya seorang buruh pejuang, tentang buruh
perempuan yang tidak ragu untuk kehilangan nyawanya demi keyakinannya tentang
kebenaran.
kita juga punya nih artikel mengenai 'pahlawan', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
BalasHapushttp://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/5727/1/Presentasi%20PI.pdf
terima kasih