Sabtu, 27 April 2013

8 Mei: Hari Marsinah Pahlawan Buruh Indonesia


2013, 20 tahun sudah kasus Marsinah tidak terungkap
Ayo menuntut, agar kasus Marsinah tidak dipeti es-kan.
Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Sejak usia tiga tahun, Marsinah diasuh oleh neneknya. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Kemudian dilanjutkan ke SMPN 5 Nganjuk. Selama menjadi murid SMA Muhammadiyah, ia dikenal sebagai siswa yang cerdas. Semangat belajarnya tinggi dan selalu mengukir prestasi dengan peringkat juara kelas.
Jalan hidupnya menjadi lain, ketika ia terpaksa harus menerima kenyataan bahwa ia tidak punya cukup biaya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Pergi meninggalkan desa, menuju kota untuk menjadi buruh adalah sebuah langkah hidup yang sulit terelakan. Dia kemudian mendapatkan pekerjaan di pabrik arloji Empat Putra Surya, Rungkut Industri, sebelum ia pindah mengikuti perusahaan tersebut yang membuka cabang di Siring, Porong, Sidoarjo.
Marsinah berkeyakinan bahwa pengetahuan itu mampu mengubah nasib seseorang. Marsinah mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris. Kebiasaannya adalah mendengarkan warta berita, baik lewat radio maupun televisi. Pada waktu luang, ia membuat kliping koran meskipun penghasilannya pas-pasan untuk menutup biaya hidup. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawan-kawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.
Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut—pemberani dan setia kawan—inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan. Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok.
Pada tanggal 3 Mei 1993 seluruh buruh PT. CPS tidak masuk kerja, kecuali staf dan para Kepala Bagian. Sebagian buruh bergerombol dan mengajak teman-teman mereka untuk tidak masuk kerja. Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Tidak ketinggalan, para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa. Aparat dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung. Dalam perundingan, Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan. Khususnya tentang tunjangan tetap yang belum dibayarkan pengusaha dan upah minimum sebesar Rp. 2.250,- per hari sesuai dengan kepmen 50/1992 tentang Upah Minimum Regional. Setelah perundingan yang melelahkan tercapailah kesepakatan bersama.
Malam Untuk Marsinah diperingati oleh
Komite Rakyat bersatu pada tanggal 8 Mei 2012 lalu
Tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Pemanggilan itu diterangkan dalam surat dari kelurahan Siring. Tanpa babibu, tentara mendesak agar ke-13 buruh itu menandatangani surat PHK. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama. Sungguh! Hukum menjadi kehilangan gigi ketika senapan tentara ikut bermain. Kemarahan Marsinah meledak saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-kawannya. Dengan gundah ia raih surat panggilan kodim milik salah seorang kawannya, lantas pergi. Kemana perginya Marsinah? Tidak ada yang tahu. Yang pasti, Marsinah tidak lagi terlihat di pabrik tempat ia bekerja sejak saat itu.

Awal Kebangkitan

Marsinah telah mati. Mayatnya ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 8 Mei 1993. Ia yang tidak lagi bernyawa ditemukan tergeletak dalam posisi melintang. Sekujur tubuhnya penuh luka memar bekas pukulan benda keras. Mayatnya ditemukan dalam keadaan lemas, mengenaskan.
Anak-anak desa yang menemukan Marsinah, dan kita, menjadi saksi. Sekarang atau esok, anak-anak itu dan kita akan terus bersaksi dan bercerita tentang ketidakadilan, tentang gugurnya seorang buruh pejuang, tentang buruh perempuan yang tidak ragu untuk kehilangan nyawanya demi keyakinannya tentang kebenaran.

1 komentar: